4.6.19

Gak ada kata lain selain bangga saat kita mampu handling rasa amarah kita
Semua orang pasti punya rasa marah. Semua orang pasti pernah marah. Karena gak semua hal di dunia ini berjalan sesuai kemauan kita. Setiap orang pasti pernah kecewa. So do I. Aku juga punya lho rasa marah. Rasa kecewa. Aku rasa wajar kalau aku punya rasa marah. Aku sedang di tahap acceptance bahwa its oke lho kalau aku punya rasa marah. Aku baru ngerasa kalo gak ada salahnya kalau aku punya sebuah emosi bernama marah. 
Aku terbiasa merepresi segala bentuk amarah dan kecewa aku. Entah gudang represi aku kalau dibongkar udah berapa luas. Aku rasa cukup luas dibanding dengan apa yang tampak sehari-harinya. Aku gak suka konflik, then aku menghindarinya dengan merepresi rasa marah aku. Singkatnya, daripada berantem mending aku pendem aja rasa marahku. Daripada jadi masalah, mending ku pendem aja rasa kecewanya aku. Dulu aku bangga sungguh dengan kemampuan bertahan aku macam ini. Defense mechanism represi. Aku ngerasa hebat dengan aku yang nahan emosi marah dan kecewa, semua tetap baik baik aja. Gak ada konflik. Gak ada marah-marahan. Semua happy. So do I, di depan, yang tampak. Inside my heart aku juga happy sekali karena gak ada berantem-berantem dan konflik. But deep inside, kalau mau kutengok mungkin sekarang udah bleeding. 
Belakangan aku belajar psikologi, kurasa cara ini gak bener. Walau honestly aku masih suka pake defense mechanism ini sehari-harinya. But at least ku mulai belajar bahwa ini tu gak bener. Aku belajar banyak hal. Terutama setelah resign dari Hospital. Keluar dari dunia nurse. Masuk kuliah dan belajar banyak hal. Ketemu lingkungan baru. Ketemu pekerjaan baru. Kurasa ini banyak sekali mengubah thinking patternku dan banyak masukan-masukan baru yang sangat bermanfaat buat aku.
Aku belajar buat memahami. Setingkat lebih tinggi dari mengetahui. Aku sekarang gak nyaman dengan represi ku yang terang-terangan represi. Kalau ada sesuatu yang aku auto-represi aku pasti gak nyaman dan ujung-ujungnya sekarang aku omongin setelah emosi aku lebih reda. Ku beneran menghindari konflik sehingga pasti ku menjaga manner dan tutur kata ku selembut mungkin supaya rasa marah aku ini tertuang dengan sopan dan pesannya sampai. Kurasa aku gak perlu (bahkan gabisa) marah yang beneran marah-marah gitu. Paling ku nangis doang. Cems. 
Proses emosi marah di amygdala aku rada lemot untuk diekspresikannya. Biasanya emosi marah dalam diri aku melewati proses analisis berulang ulang kali. Nanti kalau aku marah dia balik marah gak ya? Nanti kalau aku marah, malah jadi berantem gak ya? Nanti kalau aku marah, dia ninggalin aku gak ya? Setelah lulus uji, baru emosi bisa keluar dengan filter bahasa yang ketat, supaya tidak menyinggung. Ini bukan masalah siapa pasangan aku ya, at all.. ini beneran proses dalam diri aku aja.

Dalam relationship, aku rasa memahami lebih membuat aku nyaman, dan semua pihak nyaman. Mungkin kita emang gak ketemu di tengah aja, makanya ada afeksi yang gak enak antara kita. Entah kamu tersinggung, atau aku ngerasa gak disayang. Atau kamu ngerasa aku kurang, atau aku ngerasa gapernah sempurna. Semua cuma masalah kita gak ketemu di tengah aja. Kupikir dengan memahami bisa meredakan semua itu lho. Kalau ada suatu hal yang gak ku suka, aku pasti kecewa dong, dan timbul emosi marah. Menurut aku, memahami disini letaknya ada pada saat kita tidak langsung merespon emosi marah, tapi kita tenang sejenak dan ambil satu langkah mundur untuk bisa lihat duduk permasalahan dengan lebih objektif. lihat dimana kamu dimana aku dan dimana garis tengah berada, titik dimana semua pihak nyaman. Walau cuma satu langkah mundur, percayalah ini magic. Kita jadi lebih paham dimana ada masalahnya. Kita jadi lebih paham gimana maunya pasangan, gimana maunya kita, apa yang harus dilakuin supaya tetep ga ada yang tersakiti tapi masalah selesai. Kita jadi tahu itu semua. Kita jadi bisa mengatur koordinat dimana kita harusnya berdiri supaya seimbang supaya kapal gak goyang. Kadang kita harus maju, mundur, menyesuaikan pasangan kita yang ada di seberang jalan tengah. Kurasa mengalah sedikit dengan mundur dan memahami maunya pasangan gak ada salahnya. Selama gak ada yang tersakiti kan its ok. kurasa aku gak sakit, karena aku ada di titik paham. 
Ku memahami bahwa gak semua yang aku mau itu bisa diturutin. Ku memahami cara orang ekspresikan bahasa cintanya itu beda-beda. Ku memahami bahwa persepsi tiap orang mengenai suatu tindakan itu bisa beda-beda. Ku memahami bahwa dalam relationship itu gak harus selalu baik lho. Its OK kok untuk punya konflik. Ku rasa itu wajar. 

Kita akan menikah untuk waktu yang lama lho, jangan biarkan waktu habis cuma untuk maju mundur atur koordinat. Kurasa kalau kita sama-sama memahami, kita akan auto ketemu di tengah tanpa ada yang tersakiti. Sekian


6/4/19 11:29 pm
Listyo Bekti Miranti

No comments :

Post a Comment